JAKARTA, iNews.id – Industri musik tradisional di Indonesia tengah mendapatkan angin segar. Sebab, tiga Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Musik Tradisi Nusantara kini telah mendapatkan izin operasional dari pemerintah.
Izin ini diberikan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Tujuannya, yakni untuk melindungi hak-hak para pelaku musik tradisional nusantara.
Tak hanya itu, ini juga berfungsi untuk membantu para pencipta lagu serta musik untuk mendapatkan hak-hak ekonomi mereka.
“Hak ekonomi dari pencipta dan performing arts pelaku pertunjukan harus diberikan sesuai haknya,” kata Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham, Anggoro Dasananto di ruang Graha Utama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jakarta, Senin (20/11/2023).
“Tentu hal ini tidak mudah cara untuk mengumpulkannya, namun saya yakin tiga LMK ini bisa bersinergi dan berkolaborasi dengan LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional),” ujar dia.
Anggoro juga menjelaskan, izin ini juga bisa berdampak bagi para pelaku pemusik tradisional agar bisa lebih mengembangkan karya-karyanya. Alhasil, mereka bisa bersaing di industri musik dan membawa dampak ekonomi.
“Sehingga para pemusik tradisional ini bisa mengembangkan karya-karyanya untuk diakui secara ekonomi ya harus terus terang juga,” kata dia. “Untuk kemudian membuat mereka bisa hidup dan bisa pede untuk berprofesi sebagai pemusik tradisional. Karena ini yang selalu dari kemarin yang terpinggirkan,” lanjut dia.
Anggoro juga menilai, musik tradisional juga harus mendapatkan perlindungan sehingga para pelaku musik tersebut mendapatkan hak-hak sebagaimana mestinya. Sebab, musik tradisional memiliki potensi besar penggunaan dalam beragam perayaan atau kegiatan seremonial.
“Lagu-lagu daerah potensinya besar sekali, misalnya saja untuk acara pernikahan. Saya contohkan di salah satu negara umpama mau ada kegiatan, maka pihak penyelenggara harus merinci lagu-lagu yang akan ditampilkan kemudian membayar. Seperti itulah budaya yang diharapkan,” kata dia.
Sebagai informasi, ketiga LMK yang mendapatkan izin operasional tersebut adalah LMK Langgam Kreasi Budaya, LMK Citra Nusa Swara, dan LMK Prokarindo Utama. Pemberian izin operasional dilakukan oleh Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham Anggoro Dasananto kepada Ketua LMK Langgam Kreasi Budaya Nyak Ina Raseuki, Ketua LMK Citra Nusa Swara Amar Aprizal, dan Ketua LMK Pro Karindo Utama Flavianus Nestor Embun.
Sebagaimana diketahui, pada tahun 2021 lalu, Kemendikbudristek memfasilitasi terbentuknya tiga perkumpulan musik tradisi Nusantara yang telah berbadan hukum tersebut.
Perkumpulan Langgam Kreasi Budaya adalah wadah untuk pencipta musik tradisi nusantara, sedangkan Perkumpulan Citra Nusa Swara merupakan wadah bagi pelaku pertunjukan musik tradisi nusantara.
Sementara Perkumpulan Pro Karindo Utama menjadi tempat untuk produser musik tradisi nusantara. Ketiga perkumpulan inilah yang menjadi LMK Musik Tradisi Nusantara.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun mengungkapkan bahwa musik-musik tradisi merupakan jati diri bangsa Indonesia yang harus mendapatkan perlindungan utamanya dari masyarakat di negara sendiri.
“Bersyukur sekali ada LMK untuk musik tradisi ini karena memberikan perhatian khusus. Selamat datang buat 3 LMK musik tradisional, mari bekerja bersama-sama untuk collect royalti sebaik-baiknya. Ini kewajiban yang diperintahkan undang-undang. Jadi, sekali lagi negara sudah hadir, tinggal LMK melaksanakan tugasnya,” kata Dharma.
Terkait kesadaran setiap pihak terkait untuk membayar royalti, Dharma menjelaskan bahwa hal tersebut bukan hal baru karena seluruh negara dunia sudah memberlakukan mekanisme tersebut.
“Kita sudah punya UU tentang Hak Cipta dari tahun 1987. Kemudian ada perubahan-perubahan sampai terakhir UU 28 tahun 2014. Jadi, perintah undang-undang begitu disahkan sudah dianggap semua sudah mengetahui, tidak ada alasan bahwa belum tahu atau tidak ada sosialisasi,” tutur dia.
Dharma menambahkan bahwa tarif pembayaran royalti tergolong paling rendah bila dibandingkan negara-negara lain di dunia, bahkan untuk skala ASEAN. “Kalau di Jepang, kegiatan collecting itu sudah menghasilkan triliunan. Di sini baru ratusan milyar, masih jauh api dari panggang. Apalagi lagu-lagu tradisional ini kan kekuatan, kekayaan, harta karun bangsa Indonesia,” ujar Dharma.
“Daripada kita tunggu orang lain menghargai, kita dulu yang melakukannya. Sebagai bangsa beradab, kita harus menghargai hak cipta,” ungkap dia lagi.
Editor : Siska Permata Sari
Follow Berita iNews di Google News
Bagikan Artikel: